LENTERAMERAH – Mutasi Letjen Kunto Arief Wibowo dan pembatalannya membuka pertanyaan arah loyalitas Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto.
Apakah ia lebih tunduk pada Jokowi selaku mantan presiden atau Presiden Prabowo sebagai panglima tertinggi TNI?
Dokumen Keputusan Panglima TNI Nomor Kep 554/IV/2025 yang sempat beredar menyebutkan Kunto dicopot dari jabatannya sebagai Pangkogabwilhan I dan akan digeser menjadi Staf Khusus Kasad.
Namun dalam waktu kurang dari 24 jam, muncul dokumen baru yang mencoret nama Kunto dari daftar mutasi. Pergeseran jabatan ini, dan pembatalannya, dianggap sarat kepentingan politik oleh sejumlah pengamat.
Pakar hukum tata negara Refly Harun tak menampik bahwa dinamika di tubuh militer belakangan ini menunjukkan adanya pertarungan otoritas.
“Try Sutrisno salah satu yang bertandatangan pada tuntutan purnawirawan, yang berimbas kepada Kunto. Dan, yang naik adalah mantan ajudannya Jokowi,” ujar Refly dalam kanal YouTube-nya pada 3 Mei 2025.
Menurutnya, langkah itu menimbulkan tafsir soal siapa sesungguhnya yang mengendalikan TNI saat ini: Jokowi atau Prabowo?
Senada dengan Refly, Anthony Budiawan dari Political Economy and Policy Studies (PEPS) menyebutkan bahwa dinamika mutasi ini menunjukkan bahwa “perseteruan antara Jokowi dan Prabowo Subianto semakin terbuka dan tidak bisa disembunyikan lagi dari publik.”
Ia juga menyinggung bahwa keputusan awal mencopot Kunto diduga kuat terkait dengan manuver politik Jokowi, yang tersinggung atas dukungan Try Sutrisno kepada Forum Purnawirawan yang menuntut pemakzulan Gibran.
“Ini kelicikan politik. Seolah pendapat bebas dari sang ayah harus dibayar oleh si anak yang masih aktif di TNI,” ujar Anthony.
Namun ia menilai, pembatalan mutasi ini justru menunjukkan bahwa Prabowo mulai memasuki gelanggang sebagai pengendali kekuasaan baru.
“Prabowo mulai menunjukkan taringnya sebagai pemimpin dengan sikap yang terukur namun menggebrak,” tegasnya.
Pernyataan resmi dari TNI sendiri membantah bahwa mutasi ini berkaitan dengan dinamika eksternal.
Mayjen Kristomei Sianturi menegaskan bahwa penundaan mutasi dilakukan karena beberapa perwira masih memiliki tugas strategis yang belum selesai.
“Tidak ada kaitannya dengan isu-isu di luar TNI atau sikap purnawirawan,” kata Kapuspen TNI pada 2 Mei 2025.
Namun demikian, keputusan Panglima Agus Subiyanto yang berubah dalam waktu singkat tetap menimbulkan tanya: apakah perubahan itu semata pertimbangan internal, atau cerminan ketidakjelasan arah loyalitas di tubuh TNI?
Terlebih, Agus dikenal sebagai jenderal yang dekat dengan Jokowi— menjabat sebagai KSAD pada masa pemerintahan Jokowi.
Situasi ini mencerminkan kondisi “dua matahari” dalam lingkar kekuasaan, sebagaimana disebut Refly Harun.
Amat disayangkan TNI seolah terlibat dalam politik elit, seperti terjebak antara loyalitas semu pada mantan presiden ketimbang panglima tertinggi saat ini.
Dalam kondisi demikian, pembatalan mutasi bukan sekadar soal jabatan Kunto. Ia menjadi indikator utama bahwa militer berada dalam tarik-menarik politik yang jauh lebih besar—dan bahwa arah loyalitas Panglima TNI akan terus disorot. Dan ini merupakan pertaruhan besar ditengah gejolak global yang badainya tak jauh dari perbatasan Indonesia. ***